Selasa, 26 Juni 2012

Acara Adat Pukul Sapu Kota Ambon

Acara Adat Cakalele Ambon

Muzik'Q

My Favorite Song
Download disini

Video Keindahan Pantai Liang

Wisata Pantai Kota Ambon

PaNtAi LiAnG
Pantai Liang yang berada di pulau Ambon…. Pasir putih dan beningnya air laut menunjukkan bahwa daerah ini belum terjamah oleh arus moderenisasi yang sering melupakan kelangsungan lingkungan hidup. pantai yang menyimpan pesona keindahan alamnya yang masyur tetapi juga saksi bisu tentang kegembiraanku bermain di masa kecil… tempat di mana aku mengenal alam ini…Salah satu daya tarik tempat wisata saat liburan khususnya untuk masyarakat kota Ambon yakni wisata pantai liang.
Pantai Liang biasanya ramai pengunjung pada waktu liburan sekolah dan hari raya. Pada hari Minggu, jumlah pengunjung bisa mencapai 1.000 orang. suasana seperi diatas sering terjadi saat 1 hari sebelum kepala puasa dan hari-hari libur,didana di pantai liang kita dapat bermain pasir putih nan indah serta berperahu berkeliling sepanjang pantai dengan perahu diatas masin yang biru


PaNtAi NaTsEpA
Pantai Natsepa yang terletak di Desa Suli Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, merupakan lokasi wisata yang sangat dikenal di Kota Ambon. Pantai yang terletak sekitar 18 KM dari pusat Kota Ambon tersebut sering menjadi pilihan warga Kota yang ingin menikmati hari liburnya.Pantai ini landai, lebar dan sangat terkenal sejak dulu, dengan pasir putihnya yang halus. Untuk mencapai pantai ini dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat, atau angkutan umum trayek suli,

memasukki daerah wisata ini, pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan diluar pantai dengan deretan penjual-penjual rujak maupun makanan lainnya. Rujak Natsepa atau Rujak Suli sudah sangat terkenal bagi masyrakat Kota Ambon, penganan yang dijual dengan harga Rp. 5.000 satu porsi ini, sangat asyik dinikmati sambil menikmati.

Wisata ini menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dinikmati oleh para pengunjung antara lain beberapa shelter yang dapat digunakan sambil menikmati indahnya pantai dan pemandangan Teluk Baguala. Tarif masuk ke lokasi wisata ini, untuk orang dewasa dipungut biaya sebesar Rp. 1.000,- kendaraan roda dua Rp. 1.000,- dan kendaraan roda empat Rp. 2.000,-. Menikamti hari libur di pantai yang sangat indah ini, para pengunjung juga dapat menikmati berbagai pertunjukkan yang diberikan pengelola, pertunjukkan itu antara lain atraksi bambu gila, ataupun permain lainnya.


pEmandian Air PaNaS



Setiap tempat wisata air panas tersebut memiliki pesona Tempat pemandian air panas yang berada di desa tulehu- maluku tengah sangat bagus untuk dijadikan sebagai tempat terapi kesehatan,tempat pemandian ini merupakan salah satunya tempat pemandian yang berada didaerah maluku tidak heran jika hampir setiap hari lokasi pemandian air panas ini selalu ramai dikunjungi banyak warga maluku dan wisata lokal.pemandian air panas ini memiliki ciri khas air panasnya tak berbau belerang. Kandungan belerang dalam air panas di tempat ini lebih rendah dibanding permandian air panas lainnya Yang patut diketahui, biaya masuk ke tiga tempat wisata tersebut cukup murah. Untuk masuk ke tempat itu cukup membayar Rp 2.000 hingga Rp 10.000 per orang. Tarif masuk per mobil Rp 1.000 sampai Rp 10.000.


PiNtU KoTa
Begitu tiba di kawasan wisata Pintu Kota pengunjung akan menyaksikan sebuah lubang berbentuk persegi empat yang ada di kaki sebuah perbukitan. Dari lubang persegi empat itulah jika udara sedang cerah pengunjung bisa meperhatikan suasana kota Ambon di malam hari yang terang benderang oleh lampu.
Dari lubang persegi empat itu pula pengunjung bisa memperhatikan hilir mudik kapal yang akan memasuki kota Ambon. “Dan, lubang persegi empat itulah yang kini popular disebut Pintu Kota. Tiap liburan, pengunjung juga banyak ke lokasi itu untuk berekreasi keluarga,” kata Pieter Tomasoa pengelola sebuah biro perjalanan wisata di kota Ambon.
Menurut Pieter, Pintu Kota memiliki daya tarik lain. Jadi tidak sekadar lubang persegi empat yang ada di kaki bukit itu, tetapi juga daya tarik perbukitan dan alam kawasan Pintu Kota itu sendiri. Kawasan wisata Pintu Kota itu memiliki areal yang cukup luas, dilengkapi beberapa bangunan khusus untuk tempat peristirahatan komersil, juga ada beberapa tempat duduk yang dibangun di atas perbukitan.
Jalan yang dibangun untuk menuju perbukitan sengaja dibuat berkelok-kelok dan mendaki. Tetapi begitu tiba diperbukitan, pengunjung akan dibuat lega memperhatikan indahnya suasana Ambon di malam hari. Indah sekali, memang.bagi orang yang benar-benar awam tentang keadaan Kota Ambon akan menilai Pintu Kota adalah pintu masuk ke kawasan kota. Tetapi yang sebenarnya Pintu Kota adalah sebuah lokasi wisata menarik yang letaknya tak berapa jauh dari kota Ambon. Untuk menuju ke Pintu Kota tersedia banyak kendaraan umum dari kawasan kota Ambon.


Rabu, 20 Juni 2012

Wisata Sejarah Kota Ambon

Benteng Victoria
 A. Selayang Pandang

Benteng Victoria merupakan tempat bersejarah yang terletak tepat di pusat kota Ambon. Benteng tertua di Ambon ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1775, yang selanjutnya diambil alih oleh Belanda. Belanda kemudian menjadikan benteng ini sebagai pusat pemerintahan untuk mengeruk harta kekayaan masyarakat pribumi, berupa rempah-rempah yang melimpah di bumi Maluku.

Pada masa pemerintahan Belanda, benteng ini berfungsi strategis, yakni sebagai pusat pemerintahan kolonial. Di depan benteng terdapat pelabuhan yang digunakan sebagai jalur perhubungan laut antar pulau. Melalui pelabuhan ini pula kapal-kapal Belanda mengangkut hasil rempah-rempah untuk didistribusikan ke beberapa negara di benua Eropa. Bersebelahan dengan benteng ini, juga terdapat pasar yang menjadi tempat untuk mempertemukan komunitas para pedagang pribumi. Benteng ini juga digunakan sebagai tempat pertahanan dari berbagai serangan masyarakat pribumi yang melakukan perlawanan. Dan, tepat di depan benteng inilah pahlawan nasional bernama Pattimura digantung, yakni pada tanggal 6 Desember 1817.

B. Keistimewaan

Di dalam benteng dapat ditemui sisa-sisa meriam berukuran raksasa. Di beberapa kamar terdapat patung berukir terbuat dari kayu pilihan, peta perkembangan kota Ambon dari abad XVII hingga abad IX, dan beberapa koleksi lukisan para administratur Belanda di Maluku. Dengan melihat peninggalan ini pengunjung dapat merekam sejarah lahir dan berkembangnya kota Ambon.

Sedangkan ruas jalan di sisi depan benteng atau yang disebut “Boulevard Victoria” menghubungkan langsung ke arah bibir Pantai Honipopu. Tepat di depan benteng, wisatawan dapat langsung menyaksikan Teluk Ambon yang sangat indah di saat senja hari, khususnya ketika matahari mulai tenggelam.

C. Lokasi

Benteng Victoria terletak di Kecamatan Sirimau, Kotamadya Ambon, Provinsi Maluku.

D. Akses Menuju Lokasi
Karena terletak tepat di tengah kota, maka pengunjung dapat langsung jalan kaki ke arah timur sejauh 300 meter dari Terminal Mardika, terminal angkutan umum yang terletak di pusat kota. Jika pengunjung naik becak, dikenakan biaya Rp. 3.000, dan Rp. 1500 jika naik angkutan umum. 

E. Tiket Masuk

Pengunjung tidak dikenai biaya masuk ke lokasi wisata ini.
F. Fasilitas dan Akomodasi
Di depan benteng terdapat kafe-kafe tenda yang menjual berbagai makanan kecil khas Ambon. Tidak jauh dari benteng ini juga terdapat hotel bintang dua dan penginapan kelas melati, sehingga para wisatawan yang berasal dari luar daerah dapat bermalam di tempat tersebut.
BeNtENG AMstErDaM HiLa



Ambon juga merupakan pusat peninggalan sejarah dan budaya Maluku. Di antaranya yaitu beberapa bekas benteng pertahanan VOC dari jaman penjajahan dan perdagangan rempah. Monumen perang ANZAC adalah tempat untuk melakukan peringatan atas beberapa tentara sekutu yang gugur di wilayah ini pada saat Perang Dunia Kedua. Dan pada bulan Agustus diadakan Darwin-Ambon Yacht Race.
Pulau Ambon juga memiliki beberapa pantai dan taman laut yang indah, di antaranya pantai Batu Capeu yang terletak sekitar 4 km dari teluk Ambon, pantai Poka-Rumahtiga, 21 km dari Ambon di mana perlombaan Kano, Ski Air dan Boat sering diadakan. Juga pantaiTanjung Marthafons, 21 km dari Ambon, dengan segala perlengkapan olah raga air dan terakhir pantai Amuhusa atau Ambon Bay yang mempunyai panorama dan juga batu koral yang indah.

Benteng Amsterdam Desa Hila Kaitetu, Kec. Leihitu, 42 Km dari kota Ambon.Keterangan: Benteng ini dibangun pada tanggal 26 Juli 1569 oleh Portugis yang diberi nama "Castel Vanveree".Benteng yang sangat berarti bagi Portugis masa itu, karena teluk Ambon merupakan jalur keluar masuk kapal-kapal dagang diperairan Maluku. Daerah ini dijadikan pusat perdagangan rempah-rempah oleh Portugis dan basis pertahanan menghadapi kapal-kapal asing yang datang menyerang. Setelah Portugis kalah oleh Belanda, benteng ini berubah nama menjadi "Benteng Amsterdam".
Benteng Duurstede - Saparua




Benteng Duurstede di Saparua, Maluku Tengah. Benteng yang masih kokoh berdiri ini dahulu digunakan Belanda sebagai benteng pertahanan dan menjadi monumen kekuasaannya di Saparua. Bentuknya sama seperti gambar yang saya lihat dalam buku cerita pahlawan dimana Kapitan Pattimura, Martha Christina Tiahahu, dan segenap warga negeri Saparua bertempur melawan penjajahan. Entah berapa banyak orang yang telah mati di tempat ini. Bau amis darah, teriakan, airmata, kemarahan, semangat, dan sejuta ekspresi lainnya pernah ada disini. Sekarang ? hanyalah sebuah  bangunan tua yang hampir tak terurus. Duurstede ditinggalkan oleh kekuasaan yang dulu melekat padanya.
Benteng Duurstede ( photo : Meike )
1294141801895113670
Tulisan di papan nama Benteng Duurstede ( photo : Meike )
1294142161913612363
tulisan di prasasti benteng Duurstede - photo : Meike
Saya berjalan menyusuri benteng ini. Anak tangga demi anak tangga saya jajaki hingga sampai ke pintu gerbangnya. Pintu yang lapuk dan hampir terlepas dari engsel-nya dibiarkan saja tanpa ada inisiatif untuk memperbaiki. Entah untuk menjaga keotentikan atau karena tidak ada yang peduli. Saya lalu menatap batu prasasti yang bertuliskan riwayat singkat benteng ini. Lalu saya berjalan lagi, tertegun oleh puing-puing bekas reruntuhan bangunan yang dulu ada di benteng ini.
1294142452810454707
kondisi di dalam benteng ( photo : Meike )
Menara batu tempat mengintai musuh dari laut masih ada dan tegak berdiri. Kumpulan meriam masih ada sebagai senjata untuk melindungi benteng dan segenap manusia yang dulu ada di dalamnya. Meriam-meriam ini masih utuh dan baru saja dicat untuk memperbaharui warnanya yang termakan waktu.
1294142771833435769
the spy chamber masih tegap berdiri -photo : Meike
1294143861185814573
meriam-meriam yang ada di Benteng Duurstede ( photo : Meike )
12941471301669512372
meriam dan menara pengintai di suatu sudut Benteng Duurstede ( photo : Meike )
Sudah 335 tahun sejak benteng ini dibangun dan ia masih kokoh berdiri. Pemandangan yang dapat dilihat dari atas benteng sangat memanjakan mata. Walaupun tak terpelihara, benteng ini tetap masih menarik para wisatawan yang berkunjung ke Saparua. Setiap masuk akan ada penjaga yang meminta kontribusi ( tergantung berapa yang ingin kita beri ) serta buku berisi nama dan kesan setelah mendatangi benteng.
1294145205810504603
pemandangan dari atas Benteng Duurstede ( photo : Meike )
12941454131023677114
kita bisa melihat pulau Nusa Laut dari benteng Duurstede ( photo : Meike )
12941457671926619147
pantai yang ada di bawah benteng Duurstede ( photo : Meike )
Saya menghirup udara di alam benteng ini. Mencoba merasakan getaran suasana ketika benteng ini menjadi tempat pertempuran antara warga Maluku dengan Belanda ( VOC ). Saya mencoba menarik diri ke masa lalu untuk merasakan semangat warga Maluku meraih kebebasannya dengan menyerbu benteng ini. Lalu saya tertegun. Saya kemudian menyadari bahwa benteng Duurstede kini tak ada bedanya dengan janda yang ditinggal mati oleh suaminya. Dingin dan kesepian.

Benteng Belgica

 
Maluku Benteng dari batu setinggi 10 meter itu masih terawat baik. Dulu di benteng inilah Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC mempertahankan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Itulah Benteng Benteng Belgica, pusat pertahanan VOC di Banda Naira.

Benteng ini awalnya adalah benteng milik Portugis yang didirikan sekitar tahun 1611. Namun setah Portugis keluar dari Banda, VOC membangun benteng di atas benteng peninggalan portugis ini. Kondisi benteng dipugar habis-habisan menjadi sangat megah dan kokoh pada zamannya. Detikcom berkesempatan mengunjunginya dalam rangkaian pelayaran Lintas Nusantara Pemuda Remaja Bahari (LNRPB), Kamis (29/7/2010).

Benteng ini berbentuk segi lima. Di setiap sudutnya terdapat menara pengawas dengan jendela pengintai. Beberapa meriam mengarah ke laut. Siap menghancurkan lawan yang mendekat dari laut. Saat itu bola-bola besi yang dimuntahkan meriam, sanggup mengkaramkan kapal-kapal yang mendekat.

Dulu benteng ini sanggup menampung 50 orang tentara dan perlengkapannya. Pada tahun 1796, Benteng Belgica diserang dan berhasil direbut oleh pasukan Inggris.

Dari atas benteng, pemandangan Pulau Banda dan Pulau Gunung Api yang terletak di depannya, terlihat jelas. Saat matahari tenggelam, pemandangan sangat indah. Jika berkunjung ke Banda Naira, sempatkanlah mengunjungi benteng ini.

Letaknya hanya 15 menit berjalan kaki dari pelabuhan Banda Naira. Rasakan kemegahan benteng dan kejayaan Banda naira di masa lalu.

 


 





Sejarah Kota Ambon

Sejarah Ambon
Pada tahun 1575, saat dibangunnya Benteng Portugis di Pantai Honipopu, yang disebut Benteng Kota Laha atau Ferangi, kelompok-kelompok masyarakat kemudian mendiami sekitar benteng. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut kemudian dikenal dengan nama soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing dan sebagainya. Kelompok-kelompok masyarakat inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota Ambon. Dalam perkembangannya, kelompok-kelompok masyarakat tersebut telah berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial yang teratur. Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan salah satu momentum kekalahan politis dari Bangsa Penjajah dan merupakan awal mulanya warga Kota Ambon memainkan peranannya di dalam Pemerintahan seirama dengan politik penjajah pada masa itu, serta menjadi modal bagi Rakyat Kota Ambon dalam menentukan masa depannya. Karena itu, tanggal 7 September ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kota Ambon.
Sejarah Penentuan Lahirnya Kota Ambon
Hari lahir atau hari jadi kota Ambon telah diputuskan jatuh pada tanggal 7 September 1575 dalam suatu seminar di Kota Ambon. Bagaimana penentuan hari jadi kota kita yang telah berumur ratusan tahun itu, sejarahnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Bahwa yang mengambil inisiatif atau gagasan untuk mencari dan menentukan hari jadi atau hari lahir Kota Ambon adalah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Ambon Almarhum Letnan Kolonel Laut Matheos H. Manuputty (Walikota yang ke- 9).
Untuk itu dikeluarkannya Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II Ambon tertanggal 10 Juli 1972 nomor 25/KPTS/1972 yang diubah pada tanggal 16 Agustus 1972, yang isinya mengenai pembentukan Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon dengan tugas untuk menggali dan menentukan hari lahir kota Ambon. Kemudian dengan suratnya tertanggal 24 Oktober 1972 nomor PK. I/4168 selaku Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon menyerahkan tugasnya itu kepada Fakultas Keguruan Universitas Pattimura untuk menyelenggarakan suatu seminar ilmiah dalam rangka penentuan hari lahir Kota Ambon.
Selanjutnya pada tanggal 26 Oktober 1972 Pimpinan Fakultas Keguruan mengadakan rapat dengan pimpinan Jurusan Sejarah dan hasilnya adalah diterbitkannya Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan Universitas pattimura tertanggal 1 Nopember 1972 nomor 4/1972 tentang pembentukan Panitia Seminar Sejarah Kota Ambon. Seminar sejarah ini berlangsung dari tanggal 14 sampai dengan 17 Nopember 1972, dihadiri oleh kurang lebih dua ratus orang yang terdiri dari unsur-unsur akademis, Tokoh Masyarakat dan Tokoh adat serta aparat Pemerintah Kodya Ambon maupun Provinsi Maluku.
Susunan Panitia seminar dicatat sebagai berikut ;
Ketua
Drs. John Sitanala (Dekan Fakultas Keguruan)
Wakil Ketua
Drs. John A. Pattikayhatu (Ketua jurusan Sejarah)
Sekretaris
Drs. Z. J. Latupapua (Sekretaris Fakultas Keguruan)
Seksi Persidangan yang terdiri dari tiga kelompok
  • Kelompok I diketuai Thos Siahay, BA.
  • Kelompok II diketuai Yoop Lasamahu, BA
  • Kelompok III diketuai Ismail Risahandua, BA
Panitia Pengarah/Teknis Ilmiah diketuai oleh Drs. J.A. Pattikayhatu,
  1. Drs. Tommy Uneputty
  2. Drs. Mus Huliselan
  3. Drs. John Tamaela
  4. Dra. J. Latuconsina
  5. Sam Patty, BA
  6. I. A. Diaz
Pemakalah terdiri dari 7 orang, 3 dari Pusat dan 4 dari daerah
  1. Drs. Moh. Ali (Kepala Arsip Nasional)
  2. Drs. Z. J. Manusama (Pakar Sejarah Maluku)
  3. Drs. I. O. Nanulaita (IKIP Bandung)
  4. Drs. J. A. Pattikayhatu (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
  5. Drs. T. J. A. Uneputty (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
  6. Drs. Y. Tamaela (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
  7. Dra. J. Latuconsina (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
Seminar berlangsung dari tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 itu akhirnya menetapkan hari lahir kota Ambon pada tanggal 7 September 1575. Bahwa tahun 1575 diambil sebagai patokan pendirian kota Ambon ialah berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dianalisa dimana sekitar tahun tersebut sudah dimulai pembangunan benteng “Kota Laha” didataran Honipopu dengan mengerahkan penduduk di sekitarnya oleh penguasa Portugis seperti penduduk negeri / desa Kilang, Ema, Soya, Hutumuri, Halong, Hative, Seilale, Urimessing, Batu Merah dll. Benteng Portugis yang dibangun diberi nama “Nossa Senhora de Anuneiada”. Dalam perkembangannya kelompok pekerja benteng mendirikan perkampungan yang disebut “Soa” Kelompok masyarakat inilah yang menjadi dasar dari pembentukan kota Ambon kemudian (Citade Amboina) karena di dalam perkembangan selanjutnya masyarakat tersebut sudah menjadi masyarakat geneologis teritorial yang teratur.
Pemukiman dan aktifitas masyarakat disekitar Benteng makin meluas dengan kedatangan migrasi dari utara terutama dari Ternate, baik orang-orang Portugis maupun para pedagang Nusantara sebagai akibat dari pengungsian orang-orang portugis dari kerajaan Ternate yang dipimpin oleh Sultan Baabullah. Peristiwa kekalahan Portugis tersebut membawa suatu konsekuensi logis dimana masyarakat di sekitar Benteng Kota Laha itu makin bertambah banyak dengan tempat tinggal yang sudah relatif luas sehingga persyaratan untuk berkembang menuju kepada sebuat kota lebih dipenuhi.
Selanjutnya tentang penetapan tanggal 07 September didasarkan pada peninjauan fakta sejarah bahwa pada tanggal 07 September 1921 , masyarakat kota Ambon diberikan hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai hasil manifestasi perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku di bahwa pimpinan Alexander Yacob Patty untuk menentukan jalannya Pemerintahan Kota melalui wakil-wakil dalam Gemeeteraad (Dewan Kota) berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 07 September 1921 nomor 07 (Staatblad 92 Nomor 524). Ditinjau dari segi politik nasional, momentum ini merupakan saat penentuan dari Pemerintahan Kolonial Belanda atas segala perjuangan rakyat Indonesia di Kota Ambon yang sekaligus merupakan suatu momentum kekalahan politis dari bangsa penjajah. Ditinjau dari segi yuridis formal, tanggal 07 September merupakan hari mulainya kota memainkan peranannya di dalam pemerintahan seirama dengan politik penjajah dewasa itu. Momentum inilah yang menjadi wadah bagi rakyat Kota Ambon di dalam menentukan masa depan. Dilain pihak, kota Ambon sebagai daerah Otonom dewasa ini tidak dapat dilepaspisahkan daripada langka momentum sejarah.
Setelah Seminar Sejarah Kota Ambon yang berlansung tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 berhasil menetapkan tanggal 7 September 1575 sebagai Hari lahir Kota Ambon, maka untuk pertama kalinya pada tanggal 7 September 1973 Hari lahir Kota Ambon diperingati.


Pahlawan Pattimura


Pattimura, memiliki nama asli Thomas Matulessy (lahir di Hualoy, Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun).Ia adalah putra Frans Matulesi dengan Fransina Silahoi. Adapun dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".

Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak. Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat.

Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya.

Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan.

Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia...... Pahlawan Nasional Indonesia. Ketuhanan yang maha esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan kemerdekaan bagi seluruh rakyat indonesia.

Meluruskan sejarah Kapitan Ahmad `Pattimura’ Lussy

Tokoh Muslim ini sebenarnya bernama Ahmad Lussy, tetapi dia lebih dikenal dengan Thomas Mattulessy yang identik Kristen. Inilah Salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minor atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan/atau Indonesia umumnya.
(Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan
setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya
(demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu
besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan
menggantinya).

Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy atau dikenal dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lussy seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut. Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lussy juga tampak optimis. Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung maut itu dengan

“Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura
muda akan bangkit”

Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya zaman itu. Di bagian lain, Sapija menafsirkan,
“Selamat tinggal saudara-saudara”, atau “Selamat tinggal tuang-tuang”
Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik dan optimis. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lussy dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen. Hebatnya, masyarakat lebih percaya kepada predikat Kristen itu, karena Maluku sering diidentikkan dengan Kristen.